Menapaki Tanah yang Berbeda Menatap Langit yang Sama

 Oleh Risse E. Rachmanita, S.Pd

                Lebih dari setahun raga ini mengabdi di Ujung Borneo, Sabah. Suka duka silih berganti mengisi hari-hari dalam menjalankan tugas mulia dari negeri, Indonesia. Berjuta rasa telah membekas di hati, semangat, cemas, ragu, kecewa, takut, sedih, berani, dan segala rasa lainnya. Semangat dan harapan mereka yang meneguhkan langkah untuk tetap berdiri, berjalan , dan berlari disini.

Sabah, negeri dengan berbagai unsur yang ada di dalamnya adalah tempat yang tak pernah ada dalam angan. Tapi kini saya telah menginjakkkan kaki di sini, ‘menikmatinya’ setiap hari.  Pemandangannya yang indah dengan sawit yang membentang luas di setiap arah kita memandang , bak permadani hijau yang mewah. Suhu udaranya yang menyengat, butiran-butiran debu yang terbawa angin seringkali membuat batuk-batuk, daya tahan tubuh teruji di tempat ini. Harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk sampai  di tempat, dimana ada barang-barang kebutuhan  hidup sehari-hari yang bisa dibeli, bandar (kota). Air hujan dan air sungai yang dulu jarang tersentuh, kini ia adalah sahabat untuk kehidupan di ladang (perkebunan). Sepi, hening, jauh dari keramaian adalah suasana sepanjang hari yang kami nikmati di sini. Mungkin hanya lolongan anjing yang sesekali mampu membangunkan lelapnya tidur atau ributnya budak-budak (anak-anak) yang bermain di sekeliling rumah ketika usai sekolah.

***

                Kehidupan masyarakatnya bisa digambarkan sebagai sebuah desa yang terkurung di dalam perkebunan. Manajer adalah pimpinan utama seperti kepala desa, hanya saja memiliki tugas yang sedikit berbeda. Selain mengatur masyarakatnya seperti tugas kepala desa, manajer juga bertugas untuk memimpin perusahaanya. Dialah yang bertugas mengatur semua kebijakan yang ada di ladang tersebut. Tentu saja dia tidak bekerja sendiri. Ada asisten manajer, satu atau dua, bahkan mungkin ada yang lebih dari itu. Tugasnya membantu manajer atau wakil dari manajer. Beberapa kerani  (staff) yang memiliki tugas-tugas tertentu dalam hal pekantoran. Cikgu (guru) bertugas untuk mengajar di sekolah yang ada di ladang tersebut. Mandor yang bertugas mengetuai beberapa pekerja untuk mengawasi pekerjaan mereka. Security (satpam) yang  bertugas keliling ladang untuk menjaga keamanan. Penjaga gate, bertugas menjaga pintu masuk, membuka dan menutup gerbang, mengetahui dan mencatat semua yang keluar atau masuk ladang. Ada petugas air yang mengatur kebutuhan air di setiap rumah. Ada juga petugas karan ( listrik), yang mengatur kebutuhan listrik di seluruh bagian yang ada di ladang.

Pekerja, kelas terakhir dari tingkatan-tingkatan sosial masyarakat di ladang. Kehidupan bermasyarakat di ladang memang berbeda dengan di kampung atau desa. Kelas-kelas social sangat kentara di sini. Jika diurutkan secara kasarnya, manajer di tingkatan pertama, disusul asisten manajer, kemudian para staff yang sejajar juga dengan para cikgu. Urutan keempat mandor, security, dan penjaga gate. Urutan terakhir adalah para pekerja.  Ada beberapa jenis pekerja, dreba, penyabit, pungut biji, penggendong pom, pengangkat buah, pembuang baja, loading biji, penimbang biji, penyabut tombong, striking, checker, pemotong rumput, penyusun tandan buruk, penanam bunga, pembersih office, pengangkat sampah, pembantu di rumah manajer, penjahit jaring, sinso, dan penggali parit.

Dreba lori dan dreba person adalah supir pengangkut buah kelapa sawit. Bedanya, kalau lori ukurannya lebih besar dari person dan tugas pengangkutannya lebih jauh, yaitu membawa buah kelapa sawit menuju kilang. Sedangkan person ukurannya lebih kecil dan jarak angkutnya pendek, hanya mengangkut buah kelapa sawit di wilayah ladang saja untuk dikumpulkan yang pada akhirnya diangkut oleh lori ke kilang. Lori bentuknya menyerupai trek kalau di Indonesia. Person, bagian depan dan belakang seperti terpisah hanya disambung dengan besi yang dikaitkan dibagian tengahnya. Bagian belakang person seperti tempat penampung air dengan lebar bagian atasnya. Oh ya hampir lupa, dreba bas. Dreba bas ini bertugas sesuai perintah dari manajer, mengantar anak-anak staff berangkat dan pulang dari sekolah dan mengantar segala keperluan office. Dreba bas sekolah untuk anak-anak di ladang juga disediakan untuk mereka yang tinggalnya cukup jauh dari sekolah.

Penyabit, pekerja yang bertugas menyabit buah kelapa sawit yang ada di pohonnya dengan menggunakan sabit yang besar dan tajam serta pipa panjang yang sangat membantu untuk mengambil buah di pohon yang tinggi. Buah kelapa sawit yang terkumpul diangkat ke dalam trelon oleh pengangkat buah. Trelon adalah bagian belakang person yang berfungsi sebagai tempat pengangkut buah dan biji kelapa sawit. Buah kelapa sawit yang terkumpul dihitung oleh checker.

Pungut biji bertugas mengumpulkan biji kelapa sawit yang jatuh berceceran di sekitar pohon sawit.  Biji kelapa sawit ini dimasukkan ke dalam karung yang berbentuk jarring. Jarring ini dibuat oleh penjahit jarring. Semakin banyak yang dikumpulkan, maka  semakin banyak gaji yang didapat. Kumpulan biji kelapa sawit  dituangkan ke dalam trelon oleh loading biji. Biji yang terkumpul ditimbang  oleh penimbang biji.

Pohon kelapa sawit dirawat dengan baik oleh para pekerja. Pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Baja (pupuk) ditaburkan di sekitar pohon oleh pembuang baja.  Rumput yang tumbuh di sekitar pohon kelapa sawit disemprot dengan obat pembasmi rumput, tugas untuk penggendong pom. Striking bertugas membersihkan segala yang ada di sekitar pokok (pohon) sawit.  Biji kelapa sawit yang tumbuh di sekitar pohon dicabut oleh penyabut tombong. Daun-daun yang gugur akan dikumpulkan dan disusun  oleh penyusun tandan buruk.

Kebersihan, kerapian, dan keindahan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama. Sesekali diadakan gotong royong membersihkan jalan, parit, dan halaman di sekitar rumah jika ada pelawat (pengunjung) yang datang. Selain itu, ada pekerja khusus yang bertugas, seperti pemotong rumput, penanam bunga, pembersih office, penggali parit, pengangkut sampah, pembantu di rumah manajer, dan sinso. Sinso adalah seorang pengrajin kayu yang digunakan sebagai bahan untuk membuat  rumah.

Mayoritas masyarakat di sini adalah keturunan Suku Bugis dan beragama Islam yang berasal dari Makasar, Sulawesi Selatan. Beberapa dari mereka adalah keturunan Bangsa Suluk dan Bisayak yang berasal dari Filipina. Kebanyakan Bangsa Suluk beragama Islam sedangkan Bisayak beragama Kristen.  Sebagian masyarakat adalah orang tempatan (penduduk asli), keturunan Bugis dan Bajau. Masyarakatnya ramah dan baik, tapi sebagian dari mereka kurang peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Banyak anak-anak yang sudah bekerja membantu orang tuanya padahal mereka masih di usia sekolah.

Jenis makanan di Sabah tidak jauh berbeda dengan masakan Indonesia ,hanya saja rasanya yang berbeda.  Dimasak oleh orang yang berbeda dengan bumbu yang berbeda, menghasilkan rasa yang jauh berbeda. Jika orang sini mengatakan bahwa ini adalah masakan yang terlezat, bisa dikatakan rasanya masih kalah jauh dengan masakan di Indonesia. Sebagian besar masakannya berasal dari Bugis dan Jawa. Biasanya rumah makan atau warung orang Jawa yang terlaris. Mereka bilang  makanan dari jawa pasti lezat dan kebanyakan orang  Jawa biasanya pandai memasak.

Malaysia adalah salah satu negeri muslim di dunia. Kita, Indonesia dan Malaysia dalam satu rumpun melayu. Bahasa, adat istiadat, agama, pakaian, makanan, dan warna kulit hampir sama. Bahkan warga Malaysia yang sudah ber-IC (Identity Card) sebenarnya adalah warga pendatang dari Indonesia. Ikatan kita sangat kuat dengan mereka. Beradaptasi hidup dengan masyarakat di Malaysia tidak sulit. Sulitnya adalah penyesuaian dengan tempat tinggal di ladang yang jauh dari keramaian atau pusat kota.

Itulah gambaran umum tentang kehidupan di Sabah.

***

Fico, adalah tempat pertama kali saya ditugaskan,bukan tempat yang sesuai dengan perencanaan. Sebelum saya datang ke Sabah, diberitahukan bahwa  saya akan ditempatkan di Morisem 3 Kinabatangan. Akan tetapi ketika sudah sampai di Lahad Datu, di hari saya akan diantarkan ke Morisem 3 ada perubahan mendadak dari pihak Humana. Saya dan satu teman perempuan saya diantarkan ke office Humana untuk mengurus surat tugas ke Ladang Fico. Alasan dari pihak Humana, salah satu teman kami yang akan ditempatkan di Fico tidak mau karena ia ingin satu ladang dengan temannya. Akhirnya kami menyetujuinya, yang ada di pikiran saya waktu itu, saya setuju karena ada teman perempuan yang akan tinggal bersama saya dari Indonesia pula.

Fico merupakan ladang di bawah naungan Pontian Company.  Untuk mencapai tempat ini butuh dua jam setengah dari Bandar Lahad datu.  Sekitar 60 km dari bandar Lahad Datu sampai di Simpang Pertanian. Jalan raya ini sudah beraspal tapi masih satu jalur, jarang ada kemacetan kecuali jika ada kecelakaan dan pemeriksaan polisi. Jalan masih tampak sepi, beberapa jenis mobil yang lewat ada bus, truk, angkutan umum, dan mobil pribadi. Sangat jarang ada orang yang mengendarai sepeda motor di jalan raya.  Setelah sampai di simpang pertanian kemudian masuk ke dalam sejauh 15 km dari simpang menuju Ladang fico. Jalannya masih berupa tanah yang diratakan (dimakadam). Banyaknya truk  besar yang melewati jalan ini membuat jalan cepat rusak. Kanan -kiri jalan sawit dan semak belukar, sering sekali biawak melintas di jalan. Bahkan ada yang bilang ada buaya di sungai yang mengalir di pinggir jalan.  Ketika hujan deras, air sungai meluap ke jalan sehingga menghambat transportasi. Jika hal itu terjadi, terpaksa perjalanan dihentikan menunggu hingga air surut atau balik lagi ke kota.

Fico adalah pusat dari beberapa ladang yang termasuk dalam Pontian Company. Terdapat kilang besar di ladang ini. Buah kelapa sawit dari semua ladang-ladang yang termasuk dalam Pontian Company akan diangkut dan dikumpulkan di sini untuk diolah menjadi minyak. Terdapat lapangan yang besar, tempat berkumpul semua orang ketika ada acara yang diadakan oleh pihak company. Fasilitas lain yang ada di ladang ini, rumah dengan berbagai kelas, klinik kesehatan, lapangan bola basket, lapangan bola voli, kantin, gedung sekolah, masjid, dsb.

Terdapat satu gedung sekolah Humana di ladang ini. Seratus enam puluh murid belajar di sekolah ini. Bukan hanya berasal dari ladang Fico, banyak siswa yang berasal dari luar ladang Fico akan tetapi masih dalam satu company. Sebelum kami dikirim kesini, sudah ada satu guru dari Indonesia. Beliau ditugaskan sebagai guru CLC Fico. Seorang guru dari Filipina dan  seorang lagi guru dari Malaysia di tugaskan untuk mengajar di Humana H 45 Fico pontian ini. Gedung berwarna hijau yang pudar ini terbuat dari kayu dan berbentuk rumah panggung. Rumah-rumah warga terdapat di belakang sekolah, sebelah kiri ada kandang budak (tempat penitipan anak), dan di depan sekolah terdapat lapangan bola voli, lapangan bola basket, dan lapangan sepak bola. Gedung sekolah terdiri dari empat ruang, ruang belajar, 2 gudang, dan kamar kecil. Ruang belajar dibagi menjadi empat bagian tempat belajar. Bangku masih berupa sepasang papan kayu yang panjang sedangkan untuk meja dan kursi warna kuning. Papan tulis terbuat dari kayu yang berjumlah empat. Beberapa buku lama yang disusun di rak buku yang telah usang. Kursi plastik untuk guru, beberapa disimpan di gudang dan hanya dikeluarkan ketika ada acara di sekolah. Tiga meja untuk guru, sebuah rak untuk piala dan tv, dan sebuah rak sepatu di dekat kamar kecil. Di bagian kanan dalam gedung lantainya dibangun sedikit lebih tinggi, tujuannya digunakan sebagai panggung.

Fasilitas gedung yang sangat minim, mengakibatkan kegiatan belajar mengajar dibagi menjadi dua sesi. Sesi pagi dilaksanakan pukul 07.00 – 11.00 untuk Tadika 1, Tadika 2, Darjah 2, dan Darjah 6. Tadika setingkat dengan TK sedangkan darjah setingkat dengan SD. Sesi siang dilaksanakan pukul 12.00 – 15.00 untuk Darjah 1, Darjah 3, Darjah 4, dan Darjah 5. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan setiap Hari Senin sampai Jumat. Pada hari Jumat semua siswa masuk sesi pagi. Jadwal belajar belum tersusun, guru mengajar sesuai dengan kemauannya. Belum ada pembagian guru sesuai mata pelajaran yang diajarkan. Guru diberi tanggung jawab untuk memegang perkelas. Setiap guru mengajarkan semua mata pelajaran di kelas yang dia pegang. Hal ini mengakibatkan guru tidak dapat mengoptimalkan dalam mengajar karena tidak semua guru bisa menguasai semua mata pelajaran.

Tidak adanya batas ruang belajar antara kelas yang satu dengan kelas yang lain mengakibatkan siswa tidak focus karena terganggu oleh KBM kelas lain. Sering terjadi peristiwa-peristiwa yang lucu misalnya, ketika guru bertanya, siswa dari kelas lain ikut menjawab. Ketika guru mengajar menyanyi kelas lainpun ikut menyanyi. Ketika satu kelas sudah tenang sedangkan kelas lain ribut maka sama saja.

Setiap pagi semua siswa mengerjakan tugasnya masing-masing, tanpa ada perintah dari guru mereka segera mengerjakannya dengan penuh semangat. Kekaguman yang luar biasa kepada mereka, patuh, semangat, dan kerja keras.  Mengepel, menyapu gedung dan halaman, membersihkan kamar kecil, dan menyiram bunga adalah fenomena yang mengagumkan setiap pagi. Seragamnya yang sederhana, baju kuning dan bawahan hijau dipakai untuk hari senin, selasa dan kamis sedangkan hari rabu dan jumat memakai kaos kuning dan bawahan celana hitam. Hanya sebagian kecil dari mereka yang bajunya disetrika, sepatu putih yang kumal karena setiap hari dipakai, kaos kaki putih yang tidak putih lagi dan tak banyak yang masih utuh, rambutnya yang acak, bedak yang tebal dan tidak rata, minyak rambut yang terlampau banyak menjadi pemandangan baru bagi saya. Akan tetapi hal itulah yang menyentuh hati saya untuk mengajar dan mendidik mereka dengan tulus.

***

                Aku tinggal di sebuah rumah staff yang nyaman ,bersih dan bagus pula. Ada ruang tamu, 2 kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Di dalamnya terdapat perabotan yang cukup lengkap, hanya saja tidak ada kulkas dan juga TV sehingga tidak bisa menikmati program TV ala Malaysia. Selain itu, disini cukup sulit mendapatkan air.  Air untuk mandi dan  juga memasak bersumber dari  air hujan dan air yang diambil dari tempat penampungan seperti kolam yang besar. Namun, pemandangan yang tidak aku suka adalah terkadang terdapat  banyak cacing merah  kecil-kecil di dalam air , sungguh membuatku bergidik melihatnya.

Tempat tinggalku berjarak 1 km dari sekolah tempatku mengajar. Aku menempuhnya setiap hari cukup dengan jalan kaki. Tanpa keluh-kesah  aku berjalan melalui sebuah  jalan pintas ,melewati parit kemudian tiba di jembatan dari kayu yang disusun sedemikian rupa secara horizontal. Itulah sekilas pemandanganku setiap harinya hanya untuk  memenuhi  tugas mulia .  Namun, keadaan menjadi begitu memuakkan ketika hujan turun, jalanan sangat becek dan licin. Ditambah lagi kotoran anjing yang banyak ditemukan dijalanan menambah nuansa yang benar-benar  berbeda. Mayoritas tetangga rumahku  adalah non muslim , ada yang Cina dan kebanyakan dari mereka beragama kristen , sehingga mereka menghalalkan anjing sebagai  binatang peliharaannya. Tak heran jika disini banyak anjing yang berkeliaran . Sejujurnya, anjing-anjing ini cukup meresahkan , mereka suka tidur dan bertengger di depan rumah dan menyebabkan rumah menjadi kotor serta bau dimana-mana. Belum lagi hoby mereka melolong di malam hari, suasana hening pun lenyap seketika .

Terasa begitu asing, sangat berbeda dengan di Indonesia.  Itulah perasaan yang muncul di hari pertamaku mengajar. Anak-anak memakai seragam kuning –hijau dengan  kasut(sepatu) putih. Sungguh  pemandangan yang tak biasa ku lihat di negaraku. Hal yang membuatku terkejut selanjutnya, ketika aku masuk ke dalam kelas , sontak murid-muridku memanggilku dengan sebutan “cikgu!”, pikiran pun melayang dan langsung tertuju pada sebuah  film kartun kesukaanku dulu “ Upin ipin” . Tak disangka kini aku berada di negara pembuat film itu, jadi merasa ada di dalam film Upin Ipin ,heheheh ..!  Meski demikian, anak-anak menyambutku  dengan penuh  kehangatan saat aku memperkenalkan diri.

Setiap pagi mereka berbaris di dalam gedung sambil menyanyikan lagu sekolah, lagunya terdengar asing dan berbahasa Inggris, dengan lafadz dari anak-anak  yang susah dimengerti, bahkan terdengar asal ucap. Ada beberapa gerakan yang dilakukan oleh anak-anak  ketika menyanyikan  lagu itu, mereka terlihat sangat lucu dan polos. Akhirnya beberapa waktu kemudian aku tahu ternyata itu lagu humana theme song yang mengadopsi dari lagu Diana Rose yang berjudul “If we hold on together. Dan hal yang cukup membuatku heran adalah kebiasaan dari para cikgu disana yang terbiasa menggunakan kayu rotan.  Fungsi dari kayu rotan ini, untuk memukul meja ketika anak-anak  ramai, dan bahkan memukul tangan atau kaki mereka yang bandel. Rutinitas setiap pagi biasanya periksa kuku, awas kalau panjang kuku siap-siap kena pukul tuh tangan pake rotan.

***

Sebelum saya datang, anak-anak diajar oleh seorang guru perempuan dari Filipina. Beliau sudah lama mengabdi di sekolah ini. Ada lagi seorang guru laki-laki yang merupakan asli orang Malaysia. Karena aku adalah orang awam di sekolah itu, aku pun  belum mengenal sepenuhnya  sistem yang digunakan  para guru untuk mengajar . Tapi aku yakin ,seiring berjalannya waktu, aku akan mulai terbiasa dan dengan cepat menyesuaikan keadaan disini.  Murid merupakan bagian dari refleksi seorang guru. Jadi, melalui anak-anak  sedikitnya aku bisa menebak bagaimana kiranya para guru mengajar mereka. Seragam merupakan cerminan dari kepribadian seorang siswa. Begitulah aku melihat muridku, penampilan seragam adalah hal pertama yang ku lihat. Aku heran, kesan pertama yang kudapati  adalah anak-anak dengan seragam  yang  seksi. Begitu kontras dengan baju adat negara ini yaitu baju kurung.  Kebiasaan yang dilakukan anak-anak sebelum belajar  ataupun seusai belajar adalah berdoa,  dan sayangnya pemandangan seperti itu juga tak tampak disini. Bukankah sebagian besar anak-anak ini beragama islam?aku muai bertanya-tanya.  Dan lambat –laun  aku mulai menemui kejanggalan disini. Seperti yang sudah ku sebutkan sebelumnya,  guru  perempuan yang sudah lama disini tepatnya warga Filipina dan beragama Kristen, ternyata terbiasa mengajar dengan keras. Beliau  ini tipe orang yang kurang mau mengubah keadaan, kurang mau mendengar pendapat orang  lain ,karena merasa sudah lama mengajar disini. Sedangkan seorang  guru aki-laki yang merupakan asli orang Malaysia, beliau tipikal orang manut, menurut  dengan beliau yang dianggap sudah lama. Mengubah sistim mengajar yang lama selalu dengan kekerasan ke arah yang baik dan benar itu susah. Membiasakan pada anak-anak untuk berdoa sebelum dan sesudah belajar ,dan mengajari agama islam adalah hal yang harus dilakukan sebelum semua terlanjur.  Memulai sesuatu yang baru memang tidak mudah tapi ini untuk kebaikan anak-anak. Karena  perubahan itu perlu asalkan pada kebaikan.

****

Ketidakcocokan itu pasti ada dan memang  benar terjadi ! Saya berusaha ingin agar anak-anak itu mengenal islam dan memahaminya dengan baik. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui hal –hal yang paling dasar dalam islam, misalnya : syahadat, sholat, puasa, mengaji. Mengajari mereka tahap demi tahap harus dengan penuh kesabaran. Saya pun  pernah menyuruh anak-anak  menggambar kaligrafi, dan hasil gambaran tersebut aku tempel di dinding sekolah agar mereka termotivasi  dengan tulisan-tulisan belafadzkan al-quran sehingga mereka lebih gemar mempelajari islam. Namun ,hal itu tak di indahkan oleh serang guru dari filipina itu, beliau melarangnya dengan  alasan gedung ini dipakai untuk gereja tiap bulan sekali,  jadi jangan menempelinya dengan ayat al quran di dinding. Kala itu, aku mengajar anak-anak  agama islam di kelas , tampak terlihat jelas mukanya  masam menanggapinya. Beliau kurang senang dengan hal itu dan bahkan sering  kali ke tempatku mengajar karena ingin tahu apa yang ku ajarkan pada anak-anak. Sempat pula aku mendapatinya bergumam pelan “berdoa aja terus “, dengan muka yang tidak menyenangkan. Beberapa hari kemudian, ketika baris sebelum pelajaran dimulai, temanku, guru Indonesia juga, memberitahu bahwa apa yang baru saja dinyanyikan oleh anak-anak adalah lagu gereja yang  judulnya  “anak Tuhan”. Aku memang belum pernah mendengar lagu itu sebelumnya. Namun, temanku  pernah mendengar lagu itu saat dia mengajar di sekolah Kristen di Indonesia.

Ketika kami tahap 3 disuruh ke konsulat Tawau  untuk mengurus teaching permit, waktu malam harinya kami semua berkumpul di Utimulya untuk sharing bareng. Semua diberi kesempatan untuk berbicara menceritakan keadaan ladang masing-masing. Disaat itulah aku dan teman seladangku menceritakan apa yang kami alami. Pada waktu itu, Bapak Hendro belum memberikan solusi, beliau hanya meminta nomor telepon kami untuk memantau perkembangan di ladang.  Semenjak saat itu, berulang kali beliau menelpon kami karena ingin mengetahui kabar permasalahan kami. Ternyata permasalahan ini tidak kunjung selesai. Mam, (guru Filipina) biasa kami panggil, adalah tipikal orang yang susah diingatkan, butuh bantuan orang yang memiliki ‘kedudukan tinggi’ untuk bisa mengingatkan dan menyelesaikan permasalahan ini. Sehingga beliau melaporkan permasalahan ini kepada kementrian pengajaran Malaysia untuk  segera menyelesaikan masalah yang tengah kami hadapi . Beberapa hari kemudian, perwakilan dari kementrian pengajaran Malaysia datang untuk observasi dan bertanya langsung dengan kami dan mam. Ketika perwakilan kementrian pengajaran dan seorang perwakilan dari Humana datang ke ladang, mam malah menghindar dan memilih untuk tidak hadir. Beliau hanya mencari informasi tentang kegiatan belajar mengajar dari kami dan meminta beberapa bukti terkait permasalahan yang kami alami. Pada waktu itu mereka bercakap bahwa kemungkinan besar penyelesaian dari permasalahan ini ada dua pilihan,pertama mam diberhentikan kerja,kedua dipindah tugaskan mengajar ke ladang lain.

Permasalahan semakin memanas dan meruncing. Pihak Humana, Mr. Jan datang langsung mengunjugi tempat kami mengajar beberapa hari setelah kunjungan kementrian pengajaran. Mungkin kunjungan beliau bermaksud untuk mencari informasi langsung kepada kami dan memberitahukan kepada mam konsekuensi apa yang bakal ia terima. Mam menangis kuat ketika tau konsekuensi yang akan ia terima. Sambil menangis ia memohon kepada Mr. Jan untuk membantu memperingan punishment yang bakal ia peroleh. Saya pun ikut menangis saat itu, ada perasaaan sedih dan takut yang hinggap. Memikirkan  hal apa yang akan terjadi setelah ini, meihat kondisi permasalahan yang semakin memanas.

Setelah peristiwa itu aku merasa ketakutan, banyak hal-hal negatif  yang berkecambuk dalam pikiranku.  Semua ini benar-benar menggangguku. Bahkan seringkali  aku meminta anak-anak  untuk menemaniku saat di rumah dan menyuruh mereka untuk bermalam bersama di rumah. Sehari setelah kunjungan Mr. Jan ,aku pulang kampung karena  liburan sekolah. Setidaknya pulang kampung  mampu merelaksasikanku untuk sementara waktu dari peliknya permasalahan di ladang. Ketika masa liburan, satu guru Indonesia masih stay di ladang karena beliau mengurusi clc. Informasi dari beliau bahwa mam suka cerita sambil menangis ke warga. Hal ini kami ceritakan kepada Bapak Hendro.  Akhirnya ,Beliau memberikan solusi agar kami dipindah ladang karena takut terjadi provokasi ke warga yang bisa mengancam keselamatan kami.

Setelah liburan selesai kami kembali ke Sabah. Sambil menunggu kepastian perpindahan ladang, kami stay di tabin, Lahad Datu. Seminggu kemudian akhirnya ada kepastian bahwa saya dipindahkan ke ladang Jatika, temanku di Pegagau. Setelah mengambil barang-barang di lading, kami menunggu jemputan dari pihak Humana di tabin. Ladang baruku, Jatika, jauh berbeda dengan ladang sebelumnya. Gedung sekolahnya bagus, tampak benar-benar seperti sekolah, gurunya lumayan banyak,  baik-baik, dan islami. Rasa syukur yang begitu dalam karena dipindahkan ke tempat ini. Keadaan disini, berangsur-angsur membawaku terlepas dari peliknya permasalahan yang  sempat membelenggu. Alhamdulillah.

Kami berdiri, berjalan, dan berlari disini untuk mengejar mimpi…

Walaupun kami menapaki tanah yang berbeda…

Bersama menatap langit yang sama, bersama meraih cita-cita…

To be continued